"... Saya sering diberi pesan
untuk enggak malas belajar. Setiap selesai salat subuh Abi selalu mengecek
kamar untuk melihat apakah saya belajar atau tidak,” ucap Hasan dengan wajah
polos.
**************
“… Saya, Hasan, dan Umi menyusul. Abi langsung masuk ruang
ICU. Setelah kami menunggu dua jam, pihak RS menyatakan Abi sudah meninggal
dunia,” papar Muhammad tegar.
Ketika mendengar kabar itu, kata Muhammad, adiknya Hasan
sempat menangis. Namun ia bersama Uminya memberikan pengertian dan menguatkan
sang adik. “Saya mengatakan kepadanya, seberapa banyak air mata yang kau
keluarkan tidak akan bisa menghidupkan lagi Abi,” ujarnya bijaksana.
Menurut Muhammad, uminya juga terus menguatkan dan meminta
kedua putranya untuk berlapang dada dan mendoakan abinya, sebab memang sudah
waktunya ia pergi. “Semua harus ikhlas
dan kuat, terutama ketika Abi dimakamkan. Alhamdulillah sayalah yang
mengazankan beliau,” sahut Muhammad. Sayangnya, kata Muhammad, kakak tertuanya Fatimah
Al-Munsawa tak bisa menghadiri pemakaman ayahnya lantaran masih melanjutkan
studi di Darulmustafa Hadramaut, Yaman.
“Ya, kakak saya masih belajar di sana tapi dia juga kuat dan
sempat berkirim SMS ke sekretaris Abi. Kata Kakak di SMS-nya, ‘Aku memang tak
bisa hidup tanpa abi, tapi aku akan bertahan untuknya.’,” tutur Muhammad
menirukan pesan yang dikirim sang kakak dari negeri jauh dengan nada pelan.
Kakak beradik yang masih berusia belia ini pun lantas
mengungkapkan, hingga akhir pekan lalu masih merasa bahwa ayahnya masih berada
di dalam rumah dan sedang beristirahat. “Biasanya kalau ada mobil beliau di
rumah, semua orang enggak berisik karena Abi biasanya sedang istirahat. Ya,
sampai sekarang rasanya masih seperti ada saja,”sahut Muhammad sambil memandang
adiknya, Hasan.
Selalu Berkata Lembut
Bagi Muhammad dan Hasan, sang ayah di mata mereka adalah
sosok ayah yang banyak memberikan banyak teladan. “Kalau bicara, Abi susah
dibedakan kapan serius dan bercanda. Tapi bercandanya selalu bermanfaat dan
sudah pasti menceritakan kisah sahabat Rasul SAW. Abi juga pernah marah, tapi
hatinya murah, lembut. Kalau marah pada detik itu, maka pada detik itu juga Abi
memaafkan,” papar Muhammad yang selalu diangguki oleh sang adik.
Hasan lantas mengaku ia segan dan takut kepada ayahnya
lantaran tahu, sang ayah tak pernah menegurnya dengan bahasa yang keras. “Abi,
kalau menegur enggak seperti orang-orang lain. Bicaranya santai tapi kena di
hati. Saya sering diberi pesan untuk enggak malas belajar. Setiap selesai salat
subuh Abi selalu mengecek kamar untuk melihat apakah saya belajar atau tidak,”
ucap Hasan dengan wajah polos.
Muhammad menambahkan, ia pun pernah ditegur ayahnya lantaran
terlihat mengantuk saat saat menjalankan salat subuh. “Soalnya, ketika itu saya
tidurnya kemalaman. Jadi pas waktunya salat subuh dan doa qunut, saya kurang
keras menjawab “Amin”. Akhirnya, selesai salat Abi menegur saya. Besoknya saya
enggak berani tidur malam-malam lagi,” sahutnya.
Kedua anak lelaki Habib Munzir Al-Musawa ini pun mengakui,
mereka akan sangat merindukan sosok sang ayah tercinta di masa-masa mendatang.
“Kebiasaan kami, kan, selalu bersama Abi. Terutama setiap salat subuh kami
selalu berjamaah dilanjutkan dengan mendengarkan Abi membaca kitab,” jelas
Muhammad.
…
“Cara Abi duduk, bicara, makan, semua itu teladan dari Rasul.
Jadi saya dan Hasan ingin bisa seperti Abi,” sahutnya.
Disalin dari: Tabloid Nova Minggu, 29 September 2013
Link sumber:
0 komentar:
Posting Komentar