Dulu waktu masih SMA dan kuliah aku sering diajak ibuku mengunjungi rumah murid-murid ibuk yang sering tidak masuk sekolah. Ibuku adalah guru BK di SMP, jadi salah satu tugasnya menangani murid-murid yang bermasalah…
Setelah sekian lama ga pernah nganterin ibuk, akhirnya
kemarin minggu pas pulang kampung diajak ibuk lagi, seperti biasa mengunjungi
murid ibuk yang suka mbolosan, sering mbolos dan terakhir sudah sepuluh hari
tidak masuk sekolah.
Dengan naik motor Vario milik istriku, ku bonceng ibukku
menuju rumah murid tersebut, rumahnya sekitar 7 km dari rumahku. Sepanjang
perjalanan lebih banyak melewati persawahan, mengingatkanku pada masa kecilku
yang sering main di sawah, hehe… Hingga akhirnya sampailah di rumah murid
tersebut, sebuah rumah yang berada di pinggir sawah. Jika dilihat dari fisik
rumahnya, bisa dikatakan penghuninya adalah orang yang ‘tidak punya’. Sebuah rumah
yang sudah usang di pinggiran sawah..
Kamipun silaturrahim ke rumahnya. Tapi murid itu tak ada di
rumah, adanya kakek, nenek, dan ibunya. Kemudian kami ditemui oleh kakek dan
neneknya, ibunya tidak menemui kami, ibunya hanya duduk-duduk di depan. Ketika
ibuku menanyakan kenapa cucunya jarang masuk sekolah, kakek dan neneknya
menjawab memang anaknya bandel, jarang ada di rumah, ketika pamit berangkat
sekolahpun pada akhirnya tidak sampai ke sekolah, entah kemana. Kakek neneknya
sudah tak tahu bagaimana lagi, seperti sudah tak punya harapan lagi terhadap
anak itu. Lalu dimana orang tuannya? Ketika mendengar jawaban dari kakeknya
hatiku terenyuh, Yaa Allah, berat sekali jika aku yang menjadi anak ini.
Bapaknya kerja di luar pulau dan jarang pulang, sedangkan ibunya sebenernya ada
di rumah, tapi… ibunya mengalami gangguan kejiwaan.
*****
Terlintas dalam pikiranku, seandainya aku yang menjadi anak
itu, dengan kondisi keadaan keluarga yang tidak punya, bapaknya tidak di rumah,
ibunya mengalami gangguan kejiwaan,kurangnya kasih sayang, dan usianya masih
seumuran anak SMP, menjadi anak nakal… entah akan seperti apa masa depanku. Yaa
Allah, berat sekali seandainya aku yang menjadi anak ini. Aku hanya bisa
mendo’akan semoga kelak anak ini diberi yang terbaik oleh Allah swt, menjadi
anak yang bermanfaat, dan menjadi kebanggaan orang tuanya di akhirat kelak.
Dan di luar sana masih banyak orang yang tidak seberuntung
aku. Di luar sana masih banyak orang yang kekurangan, orang faikir, miskin,
yatim piatu, cacat, tak ada kasih sayang dari orang tua, taka ada guru yang
menddidik. Ya Allah…
Dengan kondisiku, seharusnya aku lebih pandai bersyukur.
Bayangkan jika aku yang menjadi mereka, aku yang tak mengenal agama, tak
mengenal pendidikan, tak mengenal kasih sayang dari keluarga, hidup
sakit-sakitan.
Teringat kata Habib Jamal Ba’agil di majelis beliau di
Malang, beliau berkata, “Hakikat bersyukur adalah menggunakan ni’mat yang
diberikan oleh Allah swt. dengan melakukan kebaikan”
Ni’mat atas rizqi, ni’mat waktu luang, ni’mat sehat, dan
ni’mat-ni’mat lainnya yang diberikan oleh Allah swt.
Masih memiliki orangh tua, seharusnya lebih bisa bersyukur
dengan berbakti kepada mereka…
Ada guru-guru, seharusnya lebih bersyukur dengan giat
menuntut ilmu, istiqomah, berakhlaq, tawadhu’, zuhud…
Memiliki anak istri, harusnya lebih bersemangat untuk mendidik
mereka…
Mempunyai fisik yang tidak cacat, seharusnya lebih bersyukur
dengan banyak beribadah…
Memiliki penghasilan yang cukup, seharusnya bisa lebih
bersyukur dengan banyak berbagi…
Memiliki waktu, seharusnya lebih banyak belajar dan
beribadah
Duh Gusti… nyuwun ngaputen!
==
@ Ujung Timur Pulau Jawa, 13 November 2013
0 komentar:
Posting Komentar