"Apabila Engkau sedikit berdzikir (mengingat Allah SWT di dunia) niscaya sedikit pula kesempatanmu memandang-Nya dan kedekatanmu pada-Nya di akhirat." (Al Habib Umar bin Hafidz)


Rabu, 13 November 2013

Melihat ke Bawah, Seandainya Berada di Posisi Mereka


Dulu waktu masih SMA dan kuliah aku sering diajak ibuku mengunjungi rumah murid-murid ibuk yang sering tidak masuk sekolah. Ibuku adalah guru BK di SMP, jadi salah satu tugasnya menangani murid-murid yang bermasalah…

Setelah sekian lama ga pernah nganterin ibuk, akhirnya kemarin minggu pas pulang kampung diajak ibuk lagi, seperti biasa mengunjungi murid ibuk yang suka mbolosan, sering mbolos dan terakhir sudah sepuluh hari tidak masuk sekolah.

Dengan naik motor Vario milik istriku, ku bonceng ibukku menuju rumah murid tersebut, rumahnya sekitar 7 km dari rumahku. Sepanjang perjalanan lebih banyak melewati persawahan, mengingatkanku pada masa kecilku yang sering main di sawah, hehe… Hingga akhirnya sampailah di rumah murid tersebut, sebuah rumah yang berada di pinggir sawah. Jika dilihat dari fisik rumahnya, bisa dikatakan penghuninya adalah orang yang ‘tidak punya’. Sebuah rumah yang sudah usang di pinggiran sawah..


Kamipun silaturrahim ke rumahnya. Tapi murid itu tak ada di rumah, adanya kakek, nenek, dan ibunya. Kemudian kami ditemui oleh kakek dan neneknya, ibunya tidak menemui kami, ibunya hanya duduk-duduk di depan. Ketika ibuku menanyakan kenapa cucunya jarang masuk sekolah, kakek dan neneknya menjawab memang anaknya bandel, jarang ada di rumah, ketika pamit berangkat sekolahpun pada akhirnya tidak sampai ke sekolah, entah kemana. Kakek neneknya sudah tak tahu bagaimana lagi, seperti sudah tak punya harapan lagi terhadap anak itu. Lalu dimana orang tuannya? Ketika mendengar jawaban dari kakeknya hatiku terenyuh, Yaa Allah, berat sekali jika aku yang menjadi anak ini. Bapaknya kerja di luar pulau dan jarang pulang, sedangkan ibunya sebenernya ada di rumah, tapi… ibunya mengalami gangguan kejiwaan.
*****

Terlintas dalam pikiranku, seandainya aku yang menjadi anak itu, dengan kondisi keadaan keluarga yang tidak punya, bapaknya tidak di rumah, ibunya mengalami gangguan kejiwaan,kurangnya kasih sayang, dan usianya masih seumuran anak SMP, menjadi anak nakal… entah akan seperti apa masa depanku. Yaa Allah, berat sekali seandainya aku yang menjadi anak ini. Aku hanya bisa mendo’akan semoga kelak anak ini diberi yang terbaik oleh Allah swt, menjadi anak yang bermanfaat, dan menjadi kebanggaan orang tuanya di akhirat kelak.

Dan di luar sana masih banyak orang yang tidak seberuntung aku. Di luar sana masih banyak orang yang kekurangan, orang faikir, miskin, yatim piatu, cacat, tak ada kasih sayang dari orang tua, taka ada guru yang menddidik. Ya Allah…

Dengan kondisiku, seharusnya aku lebih pandai bersyukur. Bayangkan jika aku yang menjadi mereka, aku yang tak mengenal agama, tak mengenal pendidikan, tak mengenal kasih sayang dari keluarga, hidup sakit-sakitan.

Teringat kata Habib Jamal Ba’agil di majelis beliau di Malang, beliau berkata, “Hakikat bersyukur adalah menggunakan ni’mat yang diberikan oleh Allah swt. dengan melakukan kebaikan”

Ni’mat atas rizqi, ni’mat waktu luang, ni’mat sehat, dan ni’mat-ni’mat lainnya yang diberikan oleh Allah swt.

Masih memiliki orangh tua, seharusnya lebih bisa bersyukur dengan berbakti kepada mereka…
Ada guru-guru, seharusnya lebih bersyukur dengan giat menuntut ilmu, istiqomah, berakhlaq, tawadhu’, zuhud…
Memiliki anak istri, harusnya lebih bersemangat untuk mendidik mereka…
Mempunyai fisik yang tidak cacat, seharusnya lebih bersyukur dengan banyak beribadah…
Memiliki penghasilan yang cukup, seharusnya bisa lebih bersyukur dengan banyak berbagi…
Memiliki waktu, seharusnya lebih banyak belajar dan beribadah

Duh Gusti… nyuwun ngaputen!

 ==
@ Ujung Timur Pulau Jawa, 13 November 2013

0 komentar:

Posting Komentar