- - - Dan kesimpulan dari wejangan dari instruksi beliau adalah tetap bertahan dengan kelembutan dan terus maju tanpa ragu, terus menyayangi dan menyeru hampa pendosa dan terus menembus hamba yang terjebak kedalam kehinaan… Mulai mengarah kepada instruksi inststuksi berat yang membuat tenggorokan hamba kering… beban sangat berat dilimpahkan pada hamba untuk melanjutkan tugas dengan lebih berhati-hati, lebih jeli, lebih perhatian, lebih awas, lebih lembut, lebih nabawiy, lebih tidak terpengaruh dengan mereka yang mengacau rencana dan perjuangan yang telah diinstruksikan beliau. Dan dengan menjalankan apa-apa yang diperintahkan maka insya Allah akan terbit cahaya limpahan kebaikan yang dahsyat dan hal-hal yang sangat agung.” - - -
Dari www.majelisrasulullah.org
Ditulis oleh: Habib Munzir al Musawa
Minggu, 20 Maret 2011
Majelis induk bagi Majelis Dzikir dan dakwah Majelis Rasulullah saw, yaitu yang diadakan setiap minggunya pada Senin malam di Masjid Raya Almunawar, Jalan Raya Pasar Minggu Pancoran, Jakarta Selatan. Malam ini dipenuhi jamaah berkisar lima puluh ribu muslimin muslimat dan sebagaimana biasa acara majelis dimulai pada 20.30 wib dan berakhir pada 22.00 wib.
Sekilas hamba menyampaikan tausiyah mengenai kemuliaan anugerah Rasul saw dari Allah swt berupa Telaga alkautsar, dengan menukil sabda beliau saw riwayat Shahih Bukhari yang memperjelas hal tersebut.
Majelis hening dan khidmat dari awal hingga akhirnya, dan di penghujung majelis hamba mengumumkan dan mohon doa, untuk pamitan meninggalkan Jakarta beberapa hari untuk menghadap Guru Mulia Almusnid Al Arif billah Alhabib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh di Dubai, lalu menuju Kairo, lalu menuju Jeddah untuk umrah dan ziarah Rasul saw di Madinah Almunawarah.
Sebenarnya tujuan hamba adalah berjumpa dengan Guru Mulia di Tarim, Hadramaut Yaman, namun karena beliau berencana bepergian ke Kairo, lalu Maroko, dan akan terus melanjutkan perjalanan menuju Amerika Serikat, Spanyol dan negeri-negeri Eropa, Afrika, dan Australia, lalu dikabarkan baru akan pulang pada Mei 2011, maka sungguh hati ini tidak mampu menahan rindu dan menatap wajah yang paling kucintai di muka bumi ini, dan belum pernah hamba temukan seorangpun yang lebih lembut, ramah, dan berwajah sejuk seperti beliau, tatapan mata yang teduh dan memancarkan aura kedamaian yang menyelimuti jiwa. Belum lagi beberapa hal penting yang mesti dimusyawarahkan dengan beliau untuk mendapat jawaban akan langkah langkah apa yang mesti diambil dalam menghadapi hal hal tersebut.
Maka dikarenakan beliau akan meninggalkan kediaman beliau di kota Tarim pada Senin malam waktu setempat (minus 4 jam dengan WIB), beliau akan menuju Bandara Mukalla insya Allah dengan kendaraan dengan jarak tempuh sekitar 4–5 jam. Dan lalu menuju Bandara Dubai, insya Allah dijadwalkan tiba di Dubai pada Selasa 8 Februari 2011 pukul 13.00 waktu Dubai (minus 3 jam dengan WIB). Lalu insya Allah dijadwalkan akan menuju Kairo pada pukul 15.35 waktu Dubai, untuk transit beberapa jam di Kairo lalu meneruskan ke Maroko.
Maka hamba tak tahan menanti hingga bulan Mei, hamba pun tak bisa menunda lagi karena jika tak safar secepatnya maka beliau telah ke wilayah yang semakin jauh. Maka hamba segera mengambil inisiatif untuk menghadap beliau di Dubai, walau beberapa menit, sekedar menikmati memandang wajah sejuk beliau, mencium tangan yang hampir tak pernah berhenti berdoa, dan memohon wejangan wejangan atas hal-hal yang dihadapi, lalu hamba akan melanjutkan ke Saudi Arabia untuk ziarah Rasul saw di Madinah dan umrah di Makkah, lalu berziarah ke kota Tarim, Hadramaut.
Namun sungguh hal yang membuat hamba kecewa, Bandara Dubai sangat luas, Guru Mulia akan masuk di terminal 1, dan berangkat ke Kairo juga dari terminal 1, sedangkan penerbangan hamba yaitu Emirate Air, yang akan mendarat di terminal 3, dan tidak diizinkan untuk bisa masuk ke terminal 1, karena luasnya bandara, hamba tidak bisa ke terminal 1 kecuali memiliki tiket penerbangan keluar Dubai dengan penerbangan yang berangkat dari terminal 1 pula. Maka hamba memilih penerbangan yang sama dengan Guru Mulia dan insya Allah bersama beliau dalam pesawat yang sama menuju Kairo, dan dari Kairo beliau akan menuju Maroko, sedangkan hamba akan menuju Jeddah.
Sebenarnya hal ini merupakan hal yang musykil (rumit dan sulit), sebab penerbangan Dubai-Jeddah, jauh lebih dekat dari pada Dubai-Kairo-Jeddah. Penerbangan Dubai-Jeddah akan memakan waktu 2 jam saja, sedangkan penerbangan Dubai-Kairo-Jeddah kami diskedulkan berangkat 15.35 dan baru akan tiba di Jeddah pada 02.30 dini hari, rabu 9 maret 2011.
Namun walau cara ini membuat perjalanan semakin jauh dan melelahkan, namun itu tiada berarti dibandingkan duduk berdampingan dengan Guru Mulia nan luhur dan lembut penuh kasih sayang dalam perjalanan antara Dubai-Kairo.
Maka hamba memilih demikian...
Hamba menulis catatan ini sedangkan kami di penerbangan Emirate Air, dengan ketinggian 32.000 kaki atau 9.700 meter di udara, dengan kecepatan 950 km/jam. Pesawat ini melaju, hamba melirik jam tangan yang menunjukkan pkl 02.20 dini hari dengan masih mengikuti waktu Jakarta. Kami meninggalkan Majelis di Masjid Raya Almunawar pkl 22.00wib dan menuju bandara, dan kami lepas landas pada pkl 00.15wib. Perjalanan akan ditempuh dalam waktu berkisar 7 jam dan 30 menit. Dan Insya Allah akan tiba di Bandara Dubai pd pkl 05.30 waktu Dubai.
Kerinduan terus membara, menghadap sang Guru yang tak henti-henti bayangan senyum dan kelembutannya menerangi jiwa, membangkitkan semangat, dan menguras airmata.
Duhai… Maha Suci Engkau wahai Allah swt yang mengizinkan hamba pendosa ini kembali bertatap muka, mendapat wejangan, bahkan 1 pesawat dengan beliau dengan kesempatan berbincang yang cukup lama.
Lalu hamba akan menghadap pula hamba yang paling kau cintai, Sayyidina Muhammad saw, kota Madinah yang penuh sejarah keluhuran, berziarah dan mendekatkan tubuh ini hingga berjarak beberapa meter saja dari jasad Rasul saw, jasad Sayyidina Abubakar Shiddiq ra, jasad Sayyidina Umar ra, lalu menuju pemakaman Baqi’ yang selalu sering diziarahi Rasul saw dimasa hidup beliau saw, yang dimakamkan banyak para sahabat dari Muhajirin dan Anshar, bahkan Putri Rasul saw tercinta, Sayyidah Fatimah Azzahra ra. Juga banyak jasad Ahlu Badr dan Ahlul Uhud.
Lalu menuju Miiqat dan menggunakan Ihram, untuk menunaikan ibadah Umrah di Makkah Almukarramah, dengan tawaf, melewati langkah langkah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as ketika keduanya membangun ka’bah. Lalu sa'i dari bukit Shafa menuju Marwa sebanyak tujuh kali hingga berakhir di Shafa, mengikuti langkah Siti Hajar as, yang bersabar atas perintah Allah swt untuk menjaga putranya yang masih kecil di tengah lembah Makkkah yang belum dihuni siapapun, ditinggalkan oleh suaminya yaitu Nabi Ibrahim as yang diperintahkan menuju Palestina, lalu sekembalinnya Nabi Ibrahim as ke Makkah, putranya yaitu nabi Ismail as sudah dewasa, dan Siti Sarah as sudah lama wafat.
Lalu tahallul, menggunting sedikit rambut, lalu bersiap-siap meninggalkan Makkah menuju Jeddah, dan menuju kota Tarim Hadramaut, berziarah pada Imam Ahmad Almuhajir, Imam Faihil Muqaddam, Imam Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawiilah, Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, Imam Abdullah Alaidrus, Imam Fakhrul Wujud Abubakar bin Salim, dan para imam imam arif billah disana. Lalu kembali ke indonesia.
Kami tiba tiba di Bandara Dubai pkl 05.30 waktu Dubai. Kami melakukan shalat subuh berjamaah. Lalu di bandara yang sangat luas itu kami terus menuju Terminal 1. Dari posisi kedatangan kami di terminal 3, kami berjalan kaki sekitar 1 km dari jauhnya jarak, hingga kami sudah berada di pintu (Gate) 15, tempat penumpang Egypt Air akan boarding menuju pesawat tujuan Kairo.
Kami minum kopi dan makan makanan ringan sambil duduk menanti. Kami lelah, kantuk, namun tak satupun dari kami kecuali terus dalam hati penuh gembira menanti kedatangan Sang Guru Mulia. Setelah 7 jam duduk menanti, pukul 12.30 waktu Dubai kami mulai menuju ruang boarding, dan kami melihat putra dari Guru Mulia sedang di meja boarding pula, Habib Salim bin Umar bin Hafidh. Beliau tersenyum cerah melihat hamba. Kami berpelukan dan ia terheran heran dan berkata, “Dari mana kau datang dan akan kemana?” hamba katakan hamba dari Jakarta dan ingin jumpa ayahanda Guru Mulia, lalu ke Kairo.
Habib salim tersenyum gembira, lalu berkata, "Ada acara apa di Kairo?" Hamba katakana, "tidak ada acara apa-apa, hanya ingin sepesawat dengan ayahannda guru mulia." Beliaupun tersenyum lagi dan berkata, "Ayah di toilet di sana, sebentar lagi beliau keluar, silahkan perbuat apa yang ingin kau perbuat." Habib Salim tertawa canda dan meninggalkan hamba untuk kembali ke meja boarding, hamba langsung mengarahkan pandangan kearah toilet.
Beberapa detik kemudian keluarlah Guru Mulia dari arah Toilet, dengan langkah cepat namun tidak terburu-buru. Bagai angin semilir yang berhembus indah... Allahu Akbar... Guru Mulia kekasihku sudah di hadapanku… dengan senyum penuh ramah dan kelembutan, mengalir ucapan lembutnya dengan suara sangat-sangat lembut setengah berbisik. “Ahlan wa sahlan… bagaimana kabarmu Sayyid (tuan) Munzir?” Seraya mengulurkan tangan beliau, hamba menyambut tangan itu dan menciuminya. Tangan lembut nan mulia itu sudah basah dengan airmata hamba, kutumpahkan air mata rindu, cinta, gembira, dan ledakan haru… beliau membiarkannya seakan tak tega untuk melepas tangan beliau dari wajah hamba.
Demikian akhlak Rasul saw, beliau saw tak pernah melepaskan tangan orang yang menyalaminya kecuali terus bersabar sampai orang tersebut yang melepaskannya, sampai hamba mundur dan melepasnya, tak tega mengotori tangan mulia itu dengan derasnya airmata, dan mempersilahkan beliau menuju tempat duduk. Beliau duduk, lalu hamba diperintahkan duduk di sebelah beliau. Hamba tidak berani, dan hamba tetap berdiri. Beliau mempersilahkan lagi, hamba tetap berdiri dan hanya menunduk. Kali ketiga beliau memerintahkan hamba duduk di sebelahnya, maka hamba duduk. Lalu beliau menerima hubungan telepon sambil menjulurkan kedua kaki, maka hamba melihat teman-teman yang bersama hamba dari tim inti Majelis Rasulullah saw, hamba bisikkan untuk memijiti kaki Guru Mulia satu persatu. Mereka pun gembira dan terus memijiti kedua telapak kaki dan betis beliau bergantian.
Lama kelamaan hamba mulai cemburu, hamba pun ingin turun dari kursi untuk memijiti beliau pula. Namun beliau bangkit berdiri dan menuju musholla agar kami shalat. Tak ada orang lain dari jamaah di Dubai atau lainnya yang bersama beliau, kecuali kami, beliau, dan putra beliau. Kami shalat bersama, jamak dhuhur dan ashar, lalu menuju ruang tunggu lounge VIP untuk menanti keberangkatan menuju Kairo. Kami sengaja duduk berjauhan, karena menurut putra beliau, beliau akan beristirahat/tidur sesaat, maka kamipun segera menjauh walau masih sama-sama di Lounge VIP.
Hati hamba berfikir keras, menyesal tidak sempat memijiti kaki beliau, menyesal belum sempat bicara dan mengajukan pertanyaan dan meminta wejangan dan tuntunan dalam menghadapi masalah masalah hamba. Namun hamba menghibur diri bahwa toh hamba sudah jumpa. Dalam keadaan termenung, tiba-tiba kami melihat beliau bangkit dari kursi di ujung sana, dan berjalan bergegas tampak mengarah pada kami. Kami kira beliau akan ke toilet karena toilet berada di tengah-tengah. Namun ternyata beliau memang benar-benar mengarah pada kami. Lalu dengan senyum cerah beliau duduk. Kami semua berdiri, tak satupun berani duduk di sofa besar nan luas berbentuk segi empat itu. Namun beliau mengatakan, “Duduklah…!” Maka hamba tak menyia-nyiakan lagi, hamba berdiri dan membungkuk untuk berbicara dengan beliau, lalu mengambil kesempatan dengan terus bicara, hamba pelahan lahan merendahkan tubuh sedikit demi sedikit, tanpa beliau sadari hamba sudah duduk dilantai, bersimpuh, di hadapan kaki beliau. Jika hamba langsung duduk dilantai kemungkinan besar beliau akan melarang hamba, namun hamba membuat sedikit strategi, dengan mulut terus bicara, namun tubuh pelahan-pelahan turun dan akhirnya duduk bersimpuh di lantai. Kedua tangan hamba langsung menjangkau telapak kaki beliau dan memijatnya dengan penuh cinta dan gembira.
Kami sama terdiam beberapa saat setelah terbentur hal yang rumit, hamba diam menanti jawaban, dan Guru Mulia nan lembut dan bijaksana merenungkan jalan keluar yang termudah dan tepat.
Guru Mulia mulai menanyakan kabar Maulid Akbar Majelis Rasulullah saw, pada Selasa 12 Rabiul awal 1432 H/15 Febuari 2011. Hamba melaporkan kehadiran Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden dan 25 Kabinet Menteri, Kapolri, dan Panglima TNI, juga para Ulama sepuh diantaranya Kyai Sepuh Idris Lirboyo, Kyai Abuya Abdullah Mukhtar Sukabumi, Kyai Muhyiddin Sumedang namun terlambat tiba, dan Kyai Abdullah Faqih Langitan yang sedang sakit dan undur diri dari hadir. Lalu hamba memperlihatkan trailer/cuplikan acara tersebut dari Handphone hamba. Guru Mulia sangat gembira, memandangnya dengan tajam, bertakbir, mengucap Alhmadulillah, dan Laa ilaha illallah. Beliau terus mengulang-ulang memuji Allah swt dan terus memandangi dengan teliti cuplikan acara tersebut dengan memegang HP hamba dengan waktu yang cukup lama.
Hamba ditanyai lagi laporan dan kabar dakwah lainnya. Beliau terus bertanya dan bertanya dan hamba terus memperjelas dan memperjelas. Kemudian hamba mulai menumpahkan banyaknya kendala yang dihadapai yang dalam beberapa hal hamba masih ragu mengambil keputusan mana yang harus diambil. Beliau menyimak dengan teliti dan terus mendalami seakan menembus perasaan hamba yang terdalam, dan menjawab.
Hamba terus menyampaikan keluhan dan menghujani beliau dengan pertanyaan dan beliau dengan tenang menjawab dengan bijaksana, dan kedua tangan hamba tak menyia-nyiakan kesempatan, kecuali terus memijiti telapak kaki beliau, dengan cinta, senang dan sangat menyayangi beliau dengan gelora yang dahsyat. Jika hamba harus wafat berjumpa beliau maka bagi hal itu sangat remeh, dan 1000 nyawa hamba tak mampu menyaingi gembiranya memijiti kedua telapak kaki beliau.
Sampai hamba mulai merenggang dari pertanyaan, maka beliau bangkit dan meninggalkan kami ke toilet, lalu kami bersama-sama menuju ruang boarding, dan menaiki pesawat Egypt Air menuju Kairo, kami satu pesawat dengan beliau, dan di pesawat hamba lebih banyak lagi diberi tugas dan wejangan untuk langkah-langkah kedepan dari apa yang perlu dilakukan oleh Majelis Rasulullah saw, dan beliau sangat serius dalam hal yang satu ini.
Dan kesimpulan dari wejangan dari instruksi beliau adalah tetap bertahan dengan kelembutan dan terus maju tanpa ragu, terus menyayangi dan menyeru hampa pendosa dan terus menembus hamba yang terjebak kedalam kehinaan. Mulai mengarah kepada instruksi inststuksi berat yang membuat tenggorokan hamba kering, beban sangat berat dilimpahkan pada hamba untuk melanjutkan tugas dengan lebih berhati-hati, lebih jeli, lebih perhatian, lebih awas, lebih lembut, lebih nabawiy, lebih tidak terpengaruh dengan mereka yang mengacau rencana dan perjuangan yang telah diinstruksikan beliau. Dan dengan menjalankan apa-apa yang diperintahkan maka insya Allah akan terbit cahaya limpahan kebaikan yang dahsyat dan hal-hal yang sangat agung.
Tak lama Guru Mulia bangkit dan izin untuk istirahat. Kami melihat jam maka kami hanya saling lirik, bagaimana mau istirahat/tidur padahal waktu take off 20 menit lagi? Namun beliau tetap merebahkan tubuh beliau di sofa dan tidur. Tepat 15 menit beliau bangun dan dengan sigap menuju toilet dan kamipun bersama sama menuju pintu (Gate) 15 untuk menuju Kairo, dan kami satu pesawat dengan beliau, dan beribu syukur hamba mempunyai waktu kembali berbincang dengan beliau karena kebetulan duduk berdampingan, dan kini pembicaraan mulai lebih mendalam dan lebih serius, menuju pada strategi-strategi dakwah nabawiy yang penuh ketelitian, penuh kejujuran, penuh tawakkal, dan sungguh sangat rentan dan lemah jika ditranslit kepada logika, namun salah satu contoh adalah Nabi saw.
Kami menanti di Kairo hingga pukul 23.30 waktu Kairo, lalu menuju jeddah dan tiba 02.30 dini hari waktu Jeddah, dan karena padatnya jamaah umroh yang berdatangan maka hamba baru bisa keluar dari Bandara King Abdul Aziz pada pukul 8.30 pagi. Hamba kelelahan dan istirahat di Jeddah sampai pukul 02.00 dini hari, lalu menuju Madinah, lalu menuju Makkah dan menuju Jeddah untuk berangkat dengan pesawat.
Sejuknya sunggguh menenangkan pancaran cahaya Madinah Almunawarah dan hingga kini kesejukannya belum sirna, hamba berdoa untuk jamaah majelis khususnya, dan muslimat muslimat di barat dan timur.
Hamba meneruskan perjalanan ke San’a dari Jeddah, lalu menuju Seiyun. Kami berziarah pada Imam Faqihil Muqaddam, Imam Haddad, Imam Imam Alaydrus, Imam Assegaf, Imam Fakhru Wujud, dan para imam lainnya.
Sabtu pukul 15.00 waktu Seiyun kami meluncur pulang dengan Yemenia Air menuju Jakarta, dengan transit di Dubai 2 jam, lalu transit di Kuala Lumpur 90 menit, lalu menuju Jakarta, kami tiba di Jakarta siang hari Ahad.
Wahai pemilik Alam semesta, Kau perjalanankan kami dari kota mulia ke kota mulia, dengan waktu yang sangat singkat, maka perjalanankan kami menuju keluhuran demi keluhuran dalam waktu yang singkat, bagiku dan semua yang membaca risalah ini, amiin.
Ingin membaca cerita lainnya?
Klik KEMBALI KE DAFTAR ISI
"Apabila Engkau sedikit berdzikir (mengingat Allah SWT di dunia) niscaya sedikit pula kesempatanmu memandang-Nya dan kedekatanmu pada-Nya di akhirat." (Al Habib Umar bin Hafidz)
Sabtu, 08 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar