- - - Beliau menjawab dengan lembut dan jelas bahwa tujuan kita adalah dakwah, tidak membedakan apakah di masyarakat awam, masayarakat politik, partai, bahkan non muslim. Selama ada kesempatan untuk berdakwah maka terjunlah, undang mereka ke majelis, kunjungi undangan mereka, jalin hubungan baik dengan mereka sebagaimana Rasul saw berbuat demikian. Mereka dengan tujuannya masing-masing dan kita tetap tak merubah tujuan kita, yaitu dakwah… dan teruslah berdakwah dengan lembut demi persatuan muslimin. - - -
Dari www.majelisrasulullah.org
Ditulis oleh: Habib Munzir al Musawa
26 Mei 2007
Kamis pagi, 24 Juli 2007, saya meluncur ke Kuala Lumpur Malaysia, tujuan tidak lain adalah kerinduan pada Guru Mulia kita Al Musnid Alhabib Umar bin Hafidh yang sedang kunjung ke Malaysia. Kami pun bertemu pada kamis sore di kediaman Sayyed Abdurrahman Ali Haddad di wilayah Syah Alam, Kualalumpur. Dalam pertemuan ini saya tak menyia-nyiakan waktu tuk melaporkan perkembangan dakwah Majelis Rasulullah saw di Jakarta. Beliau sangat mementingkan majelis malam selasa di Almunawar, saat ucapan pertama yang keluar dari bibir beliau adalah menyinggung kehadiran beliau di majelis malam selasa saat beliau berkunjung ke Almunawar Pancoran, Jakarta Selatan, terlihat kegembiraannya dan kecerahan wajah beliau saat menyinggung majelis itu.
Pembicaraan saya teruskan mengenai perkembangan dakwah yang kini banyak diwarnai pergaulan dengan partai politik. Saya berterus terang bahwa sebagaimana bimbingan beliau adalah dakwah non politik, namun tentunya bukan anti politik dan anti partai, tapi tidak condong pada partai manapun dalam berdakwah dan tidak pula memusuhi partai apapun selama mereka muslim.
Saya mengajukan pertanyaan bahwa partai-partai banyak menyambung silaturahmi dengan Majelis Rasulullah saw, yaitu Partai PKB, PKNU, Golkar, PBB, PKS dan akan menyusul pula partai lainnya. Memang ada kemungkinan bahwa tujuan mereka adalah silaturahmi dan tak menutup kemungkinan tujuan mereka adalah politik, Pilkada, Pemilu dan tujuan tujuan politik lainnya. Lalu apakah saya menolak mereka? Atau apa yang mesti saya lakukan jika mereka mengundang saya atas nama partai mereka dalam acara maulid atau lainnya dan saya diminta menyampaikan mau’idhah hasanah di bawah kibaran partai partai itu? Lalu di expose di surat kabar bahwa saya adalah pendukung partai Fulani, atau calon gubernur Fulani.
Selama ini saya tetap hadir bila mereka mengundang saya dan jika mereka datang maka saya menyambutnya. Semua karena Allah swt. Namun sungguh semakin hari, hati saya semakin berat menghadapi ini dan tentunya risau.
Beliau menjawab dengan lembut dan jelas bahwa tujuan kita adalah dakwah, tidak membedakan apakah di masyarakat awam, masayarakat politik, partai, bahkan non muslim. Selama ada kesempatan untuk berdakwah maka terjunlah, undang mereka ke majelis, kunjungi undangan mereka, jalin hubungan baik dengan mereka sebagaimana Rasul saw berbuat demikian. Mereka dengan tujuannya masing-masing dan kita tetap tak merubah tujuan kita, yaitu dakwah. Jangan mengatasnamakan diri dalam suatu partai, namun tetaplah netral pada semua partai. Kunjungi undangan mereka, undang pula mereka dan teruslah berdakwah dengan lembut demi persatuan muslimin.
Maka selesailah percakapan itu dengan sedikit kekecewaan pada diri saya ketika saya berharap beliau dapat kunjung ke Jakarta namun beliau menolak dengan halus, seraya berkata dengan lembut “Nahnu natawajjah ilal yaman insya Allah.” (saya akan mengarah untuk kembali ke Yaman) Beliau menggunakan kalimat “Nahnu” (kami) yang merupakan ciri sopan dalam bahasa arab yang berarti “saya”.
Malam itu Tablig Akbar di Masjid Al Falah USJ Kualalumpur, hadirin berkisar 2000 orang. Acara dimulai ba’da magrib, pembacaan Dhiya’ullami, lalu saya menyampaikan ceramah pembuka selama 15 menit, lalu Guru Mulia menyampaikan ceramah dengan terjemah oleh Hb Ali Zaenal Abidin Alhamid. Ceramah beliau berkisar pembahasan pengenalan ahlussunnah waljamaah dan riwayat hidup keempat Imam Madzhab.
Saya kembali ke Jakarta dan tiba sore, untuk kemudian menghadiri majelis ba’da Isya di Masjid Al Anwar Pondok Bambu, lalu meneruskan majelis kedua di Argabel Bangka, Mampang Prapatan Jakarta selatan, lalu pulang kerumah, bersiap tuk esok menuju Denpasar.
Wahai saudara-saudaraku, yang di partai politik, yang di organisasi dan kelompok, dan yang di masyarakat lainnya, bersatulah dalam Panji Rasulullah saw, demi kejayaan Laa ilaaha illallah.
Wassalam
###
(Dua tahun kemudian, tanggal 4 April 2009, yang ditulis oleh Redaksi www.majelisrasulullah.org)
Dari www.majelisrasulullah.org
Ditulis oleh: Redaksi www.majelisrasulullah.org
4 April 2009
"Jika muncul fitnah bahwa Majelis Rasulullah berpolitik silahkan, mereka boleh memfitnahnya tapi di mata saya, dari mata kita, semua panji akan runtuh di hari kiamat kecuali panji Sayyidina Muhammad saw yang harus ditegakkan di semua kalangan masyarakat dari kalangan masyarakat terbawah sampai masyarakat tertinggi, semua harus mengenal Muhammad Rasulullah saw."
Pernyataan itu disampaikan Habib Munzir Al Musawa dalam tausyiahnya di Masjid Raya Almunawar Pancoran Jakarta Selatan, pada tanggal 16 Maret 2009 lalu. Pernyataan ini menepis anggapan Keberpihakan Majelis Rasulullah pada salah satu partai politik peserta pemilu.
Dalam kesempatan yang berbeda, Habib Munzir meminta pada Jamaah Majelis rasulullah SAW agar jangan kaget bila beliau hadir di banyak acara partai politik yang berbeda-beda, "Saya tak berani menolak, sebab ketika mereka (parpol, red) banyak mengadakan acara yang penuh muatan dosa, lalu saya diminta memberi peringatan melalui tausyiah. Sungguh, ini untuk dakwah Sayidinna Muhammad SAW. saya ingin menyeru mereka (partai politik, red) untuk dekat dan memahami sunnah Sang Nabi SAW, untuk lebih peduli pada Islam."
Menjelang keberangkatan Habib Munzir ke Singapura guna menjalani pengobatan, Habib Munzir memberi pernyataan tegas untuk tidak lagi menghadiri berbagai undangan partai Politik. Hal ini tentu saja berbeda dengan pernyataan beliau sebelumnya. Saat dikonfirmasi oleh tim majelisrasulullah.org mengenai hal tersebut, Habib Munzir mengungkapkan fitnah yang menyatakan dirinya rakus dan ingin meraup semua uang partai politik dengan menggunakan alasan ingin berdakwah pada semua. "Dan di kalangan partai politik yang tidak mengundang saya, saya malah dibilang mau jadi oposisi mereka, maka saya menghubungi Guru Mulia (Habib Umar Bin Hafidz), seraya menjajaki baik dan buruknya kehadiran saya dalam acara partai politik, beliau berkata, ‘Jangan hadir pada semua acara mereka (partai politik. red), berbahaya bagi keselamatanmu.’ Demikian keputusan saya sesuai instruksi guru mulia."
Berkaitan dengan semakin dekatnya waktu Pemilihan Umum, Habib Munzir menyatakan harapannya yang mendalam pada partai politik yang ada, "Mayoritas muslimin di dunia adalah di Indonesia, maka mereka (partai politik, red) harus memperjuangkan kedamaian Islam yang dengan itu akan damai pula agama yang lain di negeri Ini".
Ingin membaca cerita lainnya?
Klik KEMBALI KE DAFTAR ISI
"Apabila Engkau sedikit berdzikir (mengingat Allah SWT di dunia) niscaya sedikit pula kesempatanmu memandang-Nya dan kedekatanmu pada-Nya di akhirat." (Al Habib Umar bin Hafidz)
Sabtu, 08 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar