- - - “Kalau saja para nenek moyang kita yang mereka itu adalah para pejuang dan mereka itu di hidupkan kembali… demi Allah… mereka tidak akan ridho atas apa yang telah mereka lihat karena banyaknya panggung-panggung maksiat untuk merayakan kemerdekaan, yang mereka nenek moyang kita telah mengorbankan jiwa dan raganya serta hartanya untuk kemerdekaan ini. Dan hakekatnya kemerdekaan ini tidaklah perlu untuk dirayakan, tapi karena banyaknya panggung-panggung maksiat yang merajalela maka kehadiran kita pada malam ini adalah untuk mengimbangi kemaksiatan tersebut.” - - -
Dari www.majelisrasulullah.org
Ditulis Oleh: Ustadz H. Syukron Makmum
18 Agustus 2007
17 Agustus 1945, sebagaimana yang kita ketahui, merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa ini karena saat itu adalah hari diproklamasikannya kemerdekaan atas Republik Indonesia ini. Kini 17 Agustus 2007, setelah 62 tahun lamanya bangsa ini masih terus dengan berbagai banyak cara untuk merayakan momentum bersejarah tersebut dari kantor-kantor pemerintahan maupun swasta, organisasi-organisasi kemasyarakatan dari tingkat atas sampai tingkat bawah di masyarakat, semua ingin memiliki andil untuk merayakan HUT RI ke-62.
Majelis kita…. Majelis Rasulullah SAW juga tidak mau ketinggalan untuk ikut andil dalam merayakan kemerdekaan Republik ini. Bukan Majelis Rasulullah SAW namanya kalau tidak memberikan nuasa baru, karena sementara banyak masyarakat pada umumnya berbondong-bondong mendirikan panggung-panggung maksiat, namun Majelis Rasulullah SAW mendirikan panggung tandingan untuk mengimbangi banyaknya panggung maksiat dengan mengadakan Tabligh Akbar dalam rangka manifestasi mensyukuri kemerdekaan Indonesia dengan berdzikir, bershalawat, dan bermunajat serta memperindah lidah ini dengan lafdhul Jalaallah yakni mengucapkan Yaa Allah… Yaa Allah… sebanyak 300 kali.
Acara ini diadakan di Majelis Ta’lim Al-Karimah pimpinan KH. Ahmad baihaqi yang beralamat di Jalan Manggarai utara II, Pangkalan Bambu dan tidak kurang dari 3000 jamaah yang antusias menghadiri acara ini, belum lagi banyaknya para habaib dan para ulama yang menghadiri acara ini, seperti Habib Ahmad bin Noval bin Salim bin Jindan, Habib Idrus bin Bagir Al-Attas, Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa Pembina Majelis Rasulullah SAW dan KH. Salim Na’i, KH. Syafi’e Ahmad serta KH. Abdul karim sebagai tuan rumah dari acara tersebut, yang kehadiran mereka menurut keyakinan sebagian jamaah merupakan tanda terlimpahnya keberkahan dan rahmat Allah SWT atas acara ini.
Acara ini diawali dengan sholat magrib berjamaah yang di lanjutkan dengan pembacaan Tahlil untuk mengirimkan doa bagi para keluarga yang telah wafat dari keluarga KH. Ahmad baihaqi dan KH. Abdul karim. Setelah sholat isya ditunaikan secara jamaah, alunan hadroh yang dimainkan santri-santri yang berasal dari monokwari, Irian Jaya bimbingan Ust.Saidi, menambah suasana khidmat acara ini yang kemudian disusul dengan pembacaan Asmaul Husna yang di pimpin oleh KH. Ahmad Baihaqi yang diikuti oleh segenap jamaah yang hadir.
Disaat jamaah menunggu kehadiran Al-Habib Munzir Al-Musawa dan tim Hadrahnya yang sedang dalam perjalanan dari Mushalla Imaduddin, pasar minggu, Acara tausiah pun dimulai. Al-Habib Ahmad bin Salim bin Jindan sebagai penceramah pertama yang disusul dengan Al-Habib Idrus bin Bagir Al-Attas sebagai penceramah kedua. Mereka banyak mengulas tentang hikmah terjadinya Isro Mi’raj dan hikmah atas kemerdekaan bangsa ini, yang sepatutnya kita rayakan dengan memperbanyak bersyukur dengan mengadakan acara-acara seperti ini. Ditengah-tengah Al-Habib Idrus bin Bagir Al-Attas menyampaikan tausiahnya datanglah orang yang telah lama di tunggu-tunggu oleh jamaah yang menghadiri acara ini, yaitu pembimbing dari Majelis Rasulullah SAW Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa bersama dengan tim hadrah-nya. Maka tersentaklah jamaah yang sedang mendengarkan tausiah tersebut dengan kehadiran Al-habib Munzir Al-Musawa, mereka langsung menyambut kedatangan beliau, menyambut seorang habib yang memiliki kharismatik dan kewibawaan tersendiri. Jamaah berdiri dan berebut untuk dapat berjabat tangan, mencium dan memeluk Al-Habib Munzir Al-Musawa, dan beliau pun dengan rendah hati di iringi dengan senyuman beliau yang khas serta ahklak yang menunjukkan ketawwaduan menerima sambutan jamaah tersebut.
Setelah beliau naik ke panggung, sebagai tampat yang disediakan oleh panitia pelaksana bagi para tamu dan undangan dan Al-Habib Idrus Al-Attas mengakhiri tausiahnya, maka dilanjutkannyalah acara tersebut yaitu pembacaaan Riwayat Rasulullah SAW dengan kitab Addiya’ulami yang dipimpin langsung oleh Al-habib Munzir Al-Musawa yang juga disisipi dengan pembacaan qosidah-qosidah dari tim hadroh Majelis Rasulullah SAW. Suasana majelis semakin semarak dan bersemangat yang juga diselimuti suasana khidmat dan khusu’ apalagi disaat berdiri mahal qiyam, jamaah seakan-akan mabuk dalam kenikmatan bermunajat dan siraman mahabbatullah dan mahabahturrasul SAW. Sebelum Al Habib munzir Al-musawa memberikan tausiah dan memimpin bacaan Lafadhul Jalaallah, KH.Syafi’e Ahmad dan KH. Salim Naih memberikan ceramah agamanya yang mengedepankan pentingnya ibadah shalat sebagai jati diri seorang muslim dan sebagai tameng atau benteng dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar, meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita kepada Allah SWT.
Dan tibalah puncak acara malam 17 Agustus 2007 ini, setelah di berikan kesempatan untuk memberikan tausiah dan memimpin bacaan Lafadhul Jalaallah, Al-Habib munzir Al-Musawa langsung membuka kalimatnya dengan memuji dan bersyukur kepada Allah SWT serta bershalawat kepada Rasulullah SAW. “Kalau saja para nenek moyang kita yang mereka itu adalah para pejuang dan mereka itu di hidupkan kembali… demi Allah… mereka tidak akan ridho atas apa yang telah mereka lihat karena banyaknya panggung-panggung maksiat untuk merayakan kemerdekaan, yang mereka nenek moyang kita telah mengorbankan jiwa dan raganya serta hartanya untuk kemerdekaan ini. Dan hakekatnya kemerdekaan ini tidaklah perlu untuk dirayakan, tapi karena banyaknya panggung-panggung maksiat yang merajalela maka kehadiran kita pada malam ini adalah untuk mengimbangi kemaksiatan tersebut.” Demikianlah sedikit petikan tausiah yang di sampaikan Al-Habib Munzir Al-Musawa.
Dan beliau melanjutkan dengan lafadhul Jalaallah, jamaah pun dengan khusu’ mengikutinya Ya Allah… Ya Allah… Ya Allah… Ya Allah, beliau mengiringi dengan doa dan munajat untuk arwah mereka dari keluarga dan teman teman yang masih menjerit di alam barzakh agar dibebaskan oleh Allah swt demi kemuliaan Nama Nya Yang Maha Agung. Dan juga doa untuk pemuda pemudi yang masih dalam kesesatan, narkotika, perzinahan, dan kegelapan dosa lainnya, agar dihujani Allah dengan hidayah… dan ditutup dengan doa untuk bangsa Indonesia, agar dilimpahi keberkahan, ditumbuhkan padanya benih-benih sifat luhur pada jiwa mereka, acara berlanjut dengan tangis dalam menyebut Nama Allah. Allah.., dan Hb Munzir menukil hadits Nabi saw, “tiada akan datang hari kiamat, selama masih ada dimuka bumi yg memanggil nama Allah… Allah....” (shahih Muslim).
Semoga terangkat dan berkibarnya bendera merah putih di tiap rumah di Nusantara ini mengawali pula kebangkitan semangat bangsa ini untuk mencapai sifat-sifat luhur dan mulia, meneruskan semangat Nabi Muhammad saw yang terwariskan pada Ahlul badr dan sahabat beliau saw, lalu berkelanjutan hingga terwariskan pada para pahlawan Negara ini, dan semoga terwariskan pula pada kita semua, semangat Muhammad Rasulullah saw yang beliau saw itu adalah lambang Rahmat Nya swt.
Ingin membaca cerita lainnya?
Klik KEMBALI KE DAFTAR ISI
"Apabila Engkau sedikit berdzikir (mengingat Allah SWT di dunia) niscaya sedikit pula kesempatanmu memandang-Nya dan kedekatanmu pada-Nya di akhirat." (Al Habib Umar bin Hafidz)
Sabtu, 08 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
السلام عليكم ورحمة الله وبر كا تة
Posting Komentar